Minggu, 05 April 2009

Renumerasi Polri Tunggu Menteri Keuangan


Rencana kenaikan renumerasi untuk polisi per 1 April 2009 belum terealisasi. Para anggota korps coklat belum bisa menikmati kenaikan pendapatan dari insentif kerja.

"Insyaallah, nanti jadi [renumerasi]. Di tingkat nasional sudah, tinggal tunggu keputusan menteri keuangan," kata Kepala Polisi, Jenderal Bambang Hendarso Danuri di Markas Besar Kepolisian, Jalan Trunojoyo, Jakarta, Jumat 3 April 2009.

Bambang Hendarso menambahkan renumerasi diharapkan secepatnya bisa diwujudkan. "Supaya ada perubahan di dalam kepolisian dalam arti sistem kendali kinerja," tambah dia.

Kenaikan pendapatan polisi dilakukan dalam rangka reformasi birokrasi. Menurut Bambang Hendarso, tahun 2009 ini reformasi birokrasi diprioritaskan untuk kejaksaan agung, TNI, dan Polri.

Polisi tak serta merta mendapatkan renumerasi. Tim sudah diterjunkan ke daerah secara tertutup untuk menilai reformasi birokrasi polisi.

Markas Besar Polri telah meluncurkan program reformasi birokrasi Polri yang dinamakan Quick Wins. Dalam melaksanakan program ini, seluruh Kepala Polda di Indonesia menandatangani kontrak kerja reformasi birokrasi.

Program reformasi birokrasi Polri ini dibagi menjadi empat bagian. Pertama adalah quick respons atau layanan reaksi cepat, transparansi rekrutmen personel Polri, transparansi penyidikan, dan layanan cepat.

http://nasional.vivanews.com

Sabtu, 04 April 2009

Simbol Polisi Itu Tribrata


Menjelang Usianya yang ke - 63, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) Tampaknya masih mencari Identitas diri selaku Polisi Sipil. usia 63 Tahun bagi manusia dapat dikatakan diambang senja, namun tidak demikian bagi sebuah Organisasi. Bagi Manusia, menjelang usia 63 tahun umumnya mulai menoleh kebelakang untuk menyisir kembali jejak-jejak langkah kehidupannya, sebagai persiapan untuk mempertanggungjawabkan seluruh tingkah lakunya beberapa saat lagi dihadapan Tuhan.
Menjelang Usia 63, Polri seharusnya sudah tegak menapakkan jalan yang akan dilaluinya dalam mengemban darma sebagai Pengayom, Pelindung, dan Pembimbing masyarakat. Namun jalan yang harus dilalui Polri tampaknya msih terbentang panjang, terjal dan sarat rintangan. Meskipun demikian, Polri tetap dituntut tegap berjalan dalam meniti cobaan yang cukup menggonjang-ganjingkan dirinya sebagai Pengawal proses Demokrasi, Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia.
Dalam menghadapi aral rintangan itu, Polri tidak Boleh Mundur setapak pun. Polri tidak boleh gentar dengan segala macam ejekan, lecehan, dan hinaan yang sering sangat menyakitkan. Polri harus bisa memaklumi adanya anggapan bahwakeberadaannya hanya sebagai "aparat Penjamin kekuasaan Pemerintah yang dikonfrontasikan dengan masyarakat". Dengan pernyataan itu, Polri Justru bisa menggunakan dirinya sebagai pemicu mengubah diri.
Kini, tantangan yang dihadapi oleh Polri tidak hanya sekedar masalah teknis. Sejalan dengan pelaksanaan tugas rutin yang semakin berat. Polri menghadapi dua tantangan besar. Pertama, membentuk Jati diri sebagai Polisi Sipil. Kedua, meningkatkan Profesionalitasnya. Dua tantangan besar itu Pokok persoalannya terletak pada Pranata Organisasi, yaitu Tri Brata sebagai pedoman hidup anggota Polri yang tercemar oleh berbagai kepentingan Pribadi. Tri Brata adalah Pondasi Utama Organisasi Polri sebagai Polisi Sipil. Pranata ini yang seharusnya dilembagakan secara benar dalam organisasi.
Nilai-nilai Pengayoman, Pelindung dan Pembimbing Masyarakat yang sangat manusiawi dalam praktek, sering bertentangan dengan Sikap perilaku Polisi sendiri. Hingga kini, kajian tentang perilaku Polisi yang mengacu pada Tri Brata tampak belum sampai pada temuan sebagai suatu system pelembagaan yang jelas dan Operasional, Literatur yang ada baru sampai pada komentar tentang sejarah dan nilai-nilainya. Bahasan mengenai aspek-aspek etika kerap kali berputar-putar mengenai petuah-petuah moralistis saja, Padahal, yang dibutuhkan adalah menemukan metode implementasi dimensi nilai-nilai Tri Brata dalam organisasi Kepolisian secara Kultural. Tri Brata baru gambaran Polisi Utopia dan nilai-nilai yang dicita-citakan masyarakat.
Tri Brata adalah simbol. Simbol pada hakekatnya merupakan perlambang yang disepakati pemakaiannya untuk menandai atau mempresentasikan entitas tertentu. Pengertian simbol berkaitan dengan sesuatu yang imanen, hal-hal didalam dunia nyata yang disatukan kedalam diri manusia (misalnya nilai-nilai, norma-norma, aturan-aturan, etika, kebiasaan-kebiasaan dan lain-lain).
Selain itu, simbol juga merujuk pada sesuatu yang transenden, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan dialog antara Manusia dengan Tuhan. Dengan demikian, simbol bukan semata-mata Cognitive Construcs.
Cassirer (1923) membedakan tanda (sign) dengan simbol (symbol). tanda adalah bagian dari dunia fisik yang berfungsi sebagai operator, sedangkan simbol adalah bagian dari dunia makna yang berfungsi sebagai designator. simbol tidak selalu memiliki kenyataan fisik, tetapi memiliki nilai fungsional. Simbol Juga merupakan kategori untuk memilih (menyeleksi) pengalaman-pengalaman Manusia (Spradley, 1972). Kategori itu diwujudkan dalam bentuk hasil kebudayaan seperti pakaian, rumah, peralatan kerja, dan atribut-atribut yang kemudian menjadi peta pengertian yang digunakan untuk menafsir tindakan dan peristiwa yang mereka lihat dan hadapi.
Manifestasi simbol tidak terbatas pada bentuk fisik saja, tetapi juga non fisik, seperti bahasa, ilmu pengetahuan yang menyatukan pengertian sesama manusia. Dengan demikian, terdapat hubungan antara simbol dan kebudayaan. Keduanya membawahi manusia dalam kehidupan yang membuat manusia bertanggung jawab atas tindakannya. Simbol mengawali tindakan manusia dengan refleksi. Dalam hal ini simbol memberikan maknanya melalui kabut teka-teki yang diperlawankan, yaitu hal-hal yang bermakna dan hal-hal yang tidak bermakna (Karl Popper).
Disini tanggung jawab manusia dituntut atas simbol yang dibuatnya. Jika pilihan Nilai-nilai tidak dijabarkan dalam berbagai pranata Organisasi, akan muncul berbagi tindakan yang berbeda dengan makna simbol atau kebudayaannya. Dengan memahami pengertian simbol, untuk mengejawantahkan Tri Brata dalam Organisasi Polri, tidak cukup hanya dengan menggunakan "Ikrar" seperti yang dilakukan Polisi. Ikrar lebih mudah diwujudkan dalam kehidupan dimana antara kebaikan dan keburukan mudah dibedakan.
Masa kini, dalam kehidupan yang semakin dikuasai oleh budaya ilmu pengetahuan dan teknologi dimana orientasi ekonomi menjurus ke arah materialistik maka tidak mudah mengharapkan janji atau ikrar untuk dapat ditepati. Tri Brata adalah Nilai moral. Nilai Moral itu lebih banyak sebagai akibat daripada sebab. Karena itu untuk terwujudnya nilai-nilai Tri Brata dilingkungan Polri perlu pemimpin-pemimpin kesatuan yang mampu dijadikan Panutan dan memiliki keteladanan paripurna.
Disamping itu, para pemimpin harus bisa menerjemahkan kebenaran nilai-nilai Tri Brata dalam suatu Program pencapaian. sebab, antara Ultimate Values dalam Tri Brata dan kondisi nyata sekarang ini perlu penerjemahan-penerjemahan yang benar (sesuai). Jadi bukan pernyataan seperti "Polisi itu bekerja tanpa pamrih". Masa kini, bekerja secara profesional harus diimbangi dengan pendidikan dan latihan yang cukup, upah yang wajar, alat-alat yang memadai , dan kesejahteraan yang cukup. *)
Staf Pengajar Kajian ilmu Kepolisian Pasca Sarjana UI, Staf Pengajar PTIK)

Kamis, 02 April 2009

Gaji Polisi naik 50 Persen pada Bulan April 2009


Jakarta - Sebuah berita bagus buat para anggota polisi yang memiliki prestasi. Karena pada 1 April 2009 mendatang, remunerasinya bakal naik hingga 50 persen.

"Kenaikannya sekitar 50 persen, disesuaikan dengan kinerjanya," ujar Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Abubakar Nataprawira saat dihubungi detikcom, Rabu (11/3/2009) malam.

Abubakar mengatakan, peningkatan remunerasi atau upah kerja para anggota polisi itu bervariasi dan didasarkan pada bidangnya. "Kalau bintara yang tadinya terima Rp 2 jutaan, kenaikannya jadi Rp 4 jutaan," kata Abubakar mencontohkan.

Dengan adanya program quick win yang diciptakan untuk meningkatkan kinerja Polri ini, Abubakar berharap bisa memicu para anggota polisi dalam melakukan tugasnya. Remunerasi itu, kata dia, diberikan sebagai hasil dijalankannya satu tahun akselerasi pelayanan Polri terhadap publik.

Secara teknis, penghitungan dilakukan oleh tim penggiat Polri. Hasilnya akan dipaparkan di hadapan tim nasional yang akan mengeceknya secara langsung. "Setelah itu baru diajukan ke Departemen Keuangan," tutupnya.
http://www.detiknews.com

Rabu, 01 April 2009

Simulasi Pengamanan Pemilu Polsek Lage Polres Poso


Dalam Rangka persiapan Pengamanan Pemilu tahun 2009, Pada Hari Rabu tanggal 25 Maret 2009 Polsek Lage Melaksanakan Simulasi Pengamanan Pemilu tahun 2009, Simulasi Pengamanan ini dipimpin Langsung oleh Kapolsek Lage Iptu Zulkernaidi, S. Sos, simulasi ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang tugas dan peranan anggota Polsek lage dalam Pengamanan Pemilu Tahun 2009 di jajaran Polsek Lage. dalam Pelaksanaan Simulasi ini, selain diikuti oleh Seluruh anggota Polsek dan anggota Polmas di Jajaran Polsek Lage juga diikuti Oleh Perwakilan anggota Linmas, Perwakilan anggota PPS dan Perwakilan dari Panwaslu Kecamatan Lage.
Dalam rangkaian simulasi, digambarkan bahwa di salah Satu TPS di Wilayah Kecamatan Lage ada salah satu simpatisan yang tidak menerima hasil Penghitungan Suara dan berusaha untuk merampas kotak Suara dan hasil Penghitungan Suara yang akan dikirim ke PPK Kecamatan Lage, namun usaha Perampasan tersebut gagal karena Kotak Suara Tersebut dikawal oleh anggota Linmas dan Unit PAM TPS, Karena gagal Melakukan Perampasan, Simpatisan tersebut Pulang untuk mengerahkan Masa, dalam waktu yang Cukup singkat, akhirnya Massa yang Berjumlah Sekitar 100 Orang Sudah Berkumpul di Depan TPS tersebut dan Mulai bertindak anarkis, melihat Situasi yang Mulai Kacau, Unit PAM TPS melaporkan Hal Tersebut Kepada Kapolsek Lage Sekaligus Untuk meminta Bantuan Pengamanan, dalam Waktu yang Cukup Singkat, Kapolsek Lage bersama anggota Pleton Siaga Polsek Lage Sudah tiba di Lokasi TPS untuk Melakukan Pengamanan dengan cara Pagar Betis, Kapolsek Lage Selaku Negosiator Memberikan arahan Kepada Massa agar tidak bertindak anarkis, namun Massa tersebut tidak mendengar arahan dari Kapolsek Lage, melihat situasi tersebut, Kapolsek Lage Memerintahkan Pasukan Pleton Siaga Polsek Lage Untuk Mendorong Massa, dalam waktu yang sama, massa Semakin bertambah banyak dan bertindak lebih anarkis, melihat Situasi seperti ini, Kapolsek Lage Melaporkan Hal Tersebut Kepada Kapolres Poso Sekaligus Meminta bantuan Pasukan. Dalam Waktu yang Cukup Singkat, Kapolres Poso bersama 3 Pleton Pasukan Dalmas Polres Poso tiba di Lokasi TPS dan Langsung Mengambil Alih Pengamanan.